Perubahan Pola Penyakit Menular dan
Tidak
Menular Serta Kematian di Indonesia
Penyakit tidak menular (PTM)
menjadi penyebab utama kematian secara global. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi
menengah kebawah, dari seluruh kematian yang terjadi 29% disebabkan oleh PTM
sedangkan di negara maju PTM menyebabkan 13% kematian. Menurut Badan Kesehatan
Dunia WHO, kematian akibat PTM diperkirakan akan terus meningkat di seluruh
dunia terutama di negara-negara dengan tingkat ekonomi menengah dan miskin.
Di
Indonesia sendiri, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995-2001, menunjukan telah
terjadinya transisi epidemiologi yang menyebabkan kematian karena PTM semakin
meningkat.
Diagram diatas memperlihatkan
bahwa selama tahun 1995 hingga 2007 di Indonesia proporsi penyakit tidak
menular mengalami peningkatan cukup signifikan dari 41,7% menjadi 59,5%.
Berdasarkan
data pada sistem informasi rumah sakit edisi tahun 2010 dan 2011, Penyakit
tidak menular yang menyebabkan kematian paling banyak di dominasi oleh penyakit
jantung,stroke, kanker, diabetes melitus dan hipertensi, seperti yang
dijelaskan pada diagram berikut.
Dari
data di atas didapat bahwa penyakit jantung menjadi penyebab utama penyakit
tidak menular yang menyebabkan kematian dari tahun 2009-2010 diikuti oleh
kanker.
1.
Penyakit
HIV/AIDS di Yogyakarta
Aids disebabkan oleh salah satu
kelompok virus yang disebut dengan retroviruses yang sering disebut dengan HIV.
Seseorang yang terkena HIV/AIDS system kekebalan tubuhnya akan menurun drastic.
Virus AIDS menyerang sela darah putih khusus tyang disebut dengan
T-lymphocytes. Tanda pertama penderita HIV biasanya akan mengalami demam selama
3-6 minggu tergantung daya tahan tubuh. Setelah kondisi membaik orang yang
terinfeksi HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan secara perlahan
kekebalan tubuhnya akan menurun karena serangan demam yang berulang. Penularan
HIV/AIDS adalah hubungan seks kelamin,hubungan seks oral, hubungan seks melalui
anus, transfuse darah,, penggunaan jarum suntik bersama.
DIY saat ini telah menempati urutan
ke 17 provinsi dengan penderita penyakit HIV/AIDS terbesar. Penularan telah
berubah dengan dominasi dari jarum suntik pengguna narkoba. Penderita HIV/AIDS
terbanyak adalah kelompok usia 20-26 tahun. Laporan program P2M tahun 2012
menunjukkan bahwa penemuan kasus HIV/AIDS dicapai 1.940 kasus. Dari kasus yang
ditemukan sejumlah 831 kasus diantaranya telah memasuki fase AIDS sedangkan
sisanya masih dalam fase HIV positif (1.110 kasus). Proporsi kasus berdasarkan
jenis kelamin adalah : untuk kasus HIV (562 kasus laki-laki dan 399 kasus
perempuan) dan untuk kasus AIDS (579 laki-laki dan 246 perempuan).Sementara itu
pada tahun 2011 terdapat 41 kematian akibat AIDS yang meliputi 19 penderita
laki-laki dan 22 penderita perempuan. Kondisi kasus AIDS hingga Desember tahun
2012 adalah : 1.685 hidup, 205 meninggal dan tanpa diketahui sebesar 51 kasus.
Proporsi ODHA di DIY berdasarkan
faktor resiko
Proporsi Orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) di DIY berdasarkan pada Faktor Resiko yang menyebabkan HIV/AIDS
didominasi oleh perilaku Heteroseksual sebanyak 51%, Tidak diketahui sebanyak
25%, IDU’s 13% dan yang lainnya adalah Homoseksual, Biseksual, Perinatal dan
Transfusi.
Jumlah
HIV/AIDS berdasarkan kelompok umur
2.
Diabetes Melitus di Sumatra Utara
Diabetes Mellitus (DM) sering juga disebut dengan the
great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai keluhan, Diabetes Mellitus timbul dengan perlahan-lahan
sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan didalam tubuhnya,
secara medis Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme
karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik
secara absolute (total) maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh
dari data Survailans Terpadu Penyakit (STP) tahun 2008 terlihat jumlah kasus
yang paling banyak adalah penyakit Diabetes Melitus dengan jumlah kasus
Diabetes Melitus mencapai 918 pasien yang ada di 123 rumah sakit 28 kota/
kabupaten seluruh propinsi Sumatera Utara, data Riskesdas (2007) prevalensi
Diabetes Melitus yang didiagnosa oleh Nakes (tenaga kesehatan) disertai dengan
gejala diperoleh data untuk Samosir 0.3 %, Dairi 1%, Serdang bedagai 0.6%,
Tapanuli Utara 0.3%, prevalensi Diabetes Mellitus untuk kota Medan 2.7% dan
prevalensi Diabetes Melitus untuk propinsi Sumatera Utara 1.98%, sementara data
terakhir yang dikeluarkan Depkes RI menyatakan prevalensi DM secara nasional
adalah 5.7% (Depkes, 2009).
Meskipun data dari profil kesehatan kota Medan tahun
2009, dalam sepuluh penyakit terbesar di kota Medan, penyakit Diabetes Melitus
ini tidak masuk didalamnya, namun di Rumah Sakit Pangururan dalam 4 tahun
terakhir penyakit ini mengalami peningkatan, berdasarkan hasil survey awal data
rekam medik Universitas
Sumatera Utara tahun 2007–2010 Rumah Sakit Hadrianus
Sinaga Kabupaten Pangururan, peningkatan penyakit ini terus bertambah setiap
tahunnya dapat dilihat dari grafik dibawah ini:
Berdasarkan grafik diatas dapat terlihat jumlah
kunjungan meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2007 penyakit Diabetes Melitus
tidak termasuk dalam penyakit sepuluh terbesar di Samosir, kemudian tahun 2008
penyakit ini masuk dalam 10 penyakit terbesar di rumah sakit dengan urutan ke
sepuluh, sedangkan pada tahun 2010 penyakit ini meningkat masuk dalam urutan ke
2 dari sepuluh penyakit terbesar (Rekam Medik RSU Hadrianus Sinaga, 2010).
Data penyebab kematian di masyarakat secara akurat belum dapat
diperoleh, akan tetapi melalui pencatatan dan pelaporan rutin dari Rumah Sakit
di DIY melalui mekanisme SIRS dapat diperoleh gambaran pola penyebab kematian
di Rumah Sakit, meskipun belum seluruh Rumah Sakit menyampaikan laporannya.
Penyakit jantung dan stroke dalam sepuluh tahun terakhir selalu masuk dalam 10
penyakit penyebab kematian tertinggi. Analisis tiga tahun terakhir dari data di
seluruh rumah sakit di DIY menunjukkan, penyakit-penyakit kardiovaskuler seperti
jantung, stroke, hipertensi atau dikenal sebagai penyakit CVD (cardiovasculer
disease) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian. Tahun 2009
menunjukkan bahwa dominasi kematian akibat penyakit tidak menular sudah
mencapai lebih dari 80% kematian akibat penyakit yang ada di DIY (hospital
based). CVD tidak hanya menempati urutan tertinggi penyebab kematian tetapi
jumlah kematiannya dari tahun ke tahun juga semakin meningkat seiring semakin
meningkatnya jumlah penderita penyakit-penyakit CVD sebagaimana laporan RS di
DIY.
Grafik Penyebab kematian di
RS akibat penyakit tahun 2011
Kematian akibat cedera intracranial (kecelakaan) yang selama ini
kurang mendapat perhatian ternyata telah menempati urutan kedua terbanyak
sebagai penyebab kematian bahkan menunjukkan kecenderungan peningkatan tajam
dalam tiga tahun terakhir. Dalam enam tahun terakhir, peristiwa kecelakaan lalu
lintas di provinsi DI Yogyakarta terbilang cukup tinggi. Data Kepolisian menunjukkan,
kasus kecelakaan di DIY, meningkat tiga kali lipat dan setiap tahun sedikitnya
130 meninggal (12%) akibat kecelakaan lalu lintas di DIY. Laporan Kepolisian
menunjukkan bahwa 88% kematian diakibatkan oleh cedera kepala. Faktor perilaku
pengendara memang menjadi faktor dominan bagi tinggi rendahnya tingkat kematian
akibat kecelakaan. Meskipun demikian disamping
Faktor perilaku tersebut, dukungan pelayanan kesehatan
dalam bentuk pelayanan pertolongan pertama / prarujukan, rujukan gawat darurat
dan kualitas pelayanan di sarana pelayanan kesehatan sedikit banyak juga bisa
ikut berperan untuk menurunkan kematian akibat kecelakaan. Oleh karena itu
perbaikan sistem pelayanan termasuk pertolongan prarujukan dan rujukan
diharapkan akan mampu menurunkan tingkat kematian. Penyakit infeksi saluran
nafas merupakan satu dari dua penyakit infeksi yang masuk sebagai penyebab
kematian terbanyak di Yogyakarta. Dalam catatan medis jenis penyebab terbanyak
adalah Bronchitis dan Pneumonia, namun dengan melihat kondisi prevalensi dan
penemuan kasus TBC di DIY pada khususnya, maka sangat dimungkinkan bahwa
penyakit TBC ikut pula menjadi salah satu kontributor kematian penyakit
tersebut. Pola kematian akibat gagal jantung masuk pada urutan keempat sebagai
penyebab kematian di DIY seperti hasil pengolahan dari Laporan Rumah Sakit,
gejala tersebut dapat menunjukkan bahwa penyakit degeneratif menjadi ancaman
yang harus diwaspadai, terutama dalam melaksanakan program promotif tehadap
perilaku hidup sehat agar masyarakat dapat mengurangi faktor resiko untuk
penyakit degeneratif. Beberapa upaya telah dilakukan dalam pemantauan dan
pengendalian faktor resiko penyakit tidak menular, diantaranya dengan
melaksanakan skrining di pelayanan dasar dan peningkatan penyuluhan dan cakupan
PHBS di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar